Rabu, 22 Mei 2019

Tembang Sunda Cianjuran


Tembang Sunda Cianjuran

Tembang Sunda Cianjuran adalah salah satu jenis kesenian yang berasal dan terkenal di Jawa Barat. Sesuai namanya, kesenian ini berasal dari Cianjur. Awalnya, kesenian ini hanya merupakan kalangenan bagi kaum menak (bangsawan) di Kabupaten Cianjur.  Tokoh penciptanya dikenal dengan julukan “Kangjeng Dalem Pancaniti” yang nama aslinya yaitu, RAA Kusumaningrat. Dalam pembuatan lagu, Bupati  sering tinggal disebuah bangunan Pancaniti. Oleh karena itu, dia terkenal dengan nama Kangjeng Dalem Pancaniti. Dalem Pancaniti merupakan Bupati Cianjur yang ke-7 memerintah pada tahun 1834-1864. Sedangkan Tembang Sunda Cianjuran ini lahir sekitar abad ke19 tahun 1840. Kesenian ini, selanjutnya menyebar ke seluruh Jawa Barat. Tokoh penyebarannya adalah Rd. Etje Majid (Keluarga dekat Bupati Cianjur) yang juga salah seorang seniman Pendopo Cianjur diperintah oleh putera Dalem Pancaniti yaitu RAA Prawiradirja II, 1864-1910. Karena, pada mulanya kesenian mamaos ini dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama sekitar abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh wanita.
Di Cianjur, nama kesenian ini sebenarnya “mamaos”. Dinamakan Tembang Sunda Cianjuran sejak 1930-an dan dikukuhkannya pada tahun 1962 ketika diadakan Musyawarah Tembang Sunda sa Pasundan di Bandung. Dinamakan Tembang Sunda Cianjuran karena agar bisa dibedakan dengan jenis Tembang yang lain, seperti Tembang Sunda Cigawiran, dan Tembang Sunda Ciawian.
Pertunjukan Tembang Sunda Cianjuran merupakan seni vokal yang diiringi dengan alat musik, diantaranya Kacapi indung, Kacapi rincik, suling, rebab. Lagu-lagu dalam Tembang Sunda Cianjuran terdiri atas dua jenis yaitu lagu-lagu mamaos dan lagu-lagu panambih. Yang disebut lagu mamaos adalah lagu khas Cianjuran yang disebut sekar irama merdika. Disebut sekar irama merdika, karena dalam penyajiannya seolah-olah merdoka, atau beba. Lagu mamaos tidak terikat dengan birama atau ketukan, tidak terikat oleh aturanj gending tradisi seperti wiletan atau goongan. Hanya nada dasarnya tetap terikat dengan nada-nada waditra pengiringnya. Sedangkan yang disebut lagu panambih adalah sebaliknya, cara melagukannya terikat oleh birama, ketukan yang tetap, wiletan, maupun goongannya. Dengan demikian, saat melantunkan lagu mamaos, juru pirignya yang harus mengikuti suara juru mamaos, sedangkan dalam lagu panambih sebaliknya, juru mamaos (penembang) yang harus mengikuti irama dari juru pirignya (pemain alat musik).
Lagu dalam Tembang Sunda Cianjuran ini, dapat dikelompokan ke dalam 6 jenis wanda, yakni papantunan, Jejemplangan, Dedegungan, Rarancagan, Kakawen (dadalangan), dan Panambih.
Lagu Papantunan dan Jejemplangan itu merupakan lagu asli Cianjuran, terdapat ciri yang membedakan dengan wanda yang lain, yaitu, bentuk sajiannya merupakan sekar gending lengkap, baik sekarnya maupun gendingnya sudah diciptkan khusus, lirik lagunya diambil dari lirik carita Pantun Mundinglaya di Kusumah meskipun kini sudah banyak juga yang menggunakan lirik-lirik berbentuk pupuh, senggol atau ornamennya mendasari wanda lainnya dalam Cianjuran, disajikannya hanya laras pelog saja. Lagu dalam papantunan diantaranya, Papatet, Rajamantri, Mupu Kembang, dan sebgainya. Sedangkan, dalam wanda jejemplangan, diantaranya Jemplang Panganten, Jemplang Titi, jemplang Pamirig, dan sebagainya.
Wanda Dedegungan cirinya hanya tampak dalam alunan lagunya saja yang menggunakan ornamen atau senggol yang berasal dari lagu Degung klasik yang berbentuk instrumentalia seperti, Ladrak, Palwa, Sang Bango, dan sebagainya. Liriknya semua berupa pupuh, yaitu Sinom Degung, Asmarandana Degung, dan sebagainya. Pirigannya hanya masieup tidak memiliki pirigan khusus seperti Papantunan dan Jejemplangan. Disajikannya hanya dalam laras degung/ pelog.
Wanda Rarancagan ditampilkan dalam beberapa laras dan surupan, yaitu laras Pelog, Salendro, dan Nyorog (Madenda). Lirik lagunya berbentuk Pupuh yaitu dari Pupuh Kinanti, Asmarandana, Sinom, Dangdanggula. Nama lagunya contohnya Bayubud, Mananggis, Ketar Cisaat, Setra, dan sebagainya.
Wanda Kakawen yang merupakan tradisi dalang Wayang Golek di Priangan yang melagukan kakawen, nama lagunya, seperti, Kayu agung, Waringin Sungsang, Toya Mijil, sebrakan Sapuratina, dan lain-lain.
Dan yang disebut Panambih adalah lagu yang bersifat panambih (ekstra), yaitu lagu lagu segar atau penenang sehabis mamaos.  Panambih tidak menggunakan lirik sastra pantun maupun pupuh. Lagu panambih hanya menggunakan sisindiran dan puisi bebas. Seperti Nyawang Bandung, karanginan, Ayun ambing, dan sebagainya.
Pertunjukannya didalam acara kalangenan, khusus penyajian Cianjuran secara kekeluargaan antar seniman dan pemerhati biasanya berlaku di Cianjur. Pemerhati duduk melingkar, tertib, diawali dengan gending bubuka kacapi suling dilanjutkan dengan lagu Papantunan, Dedegungan kemudian Jejemplangan dan yang terakhir Rarancagan sambil diselingi lagu panambih. Dilakukan oleh para seniman mamaos yang ada. Sedangkan dalam acara pergelaran khusus, pergelaran akan dibatasi waktunya, dab harus disesuaikan dengan tuntutan penyajian seni pertunjukan.
Baik dalam acara kalangenan maupun pergelaran khusus, kesenian ini tetap disajikan secara tradisional, yaitu seniman semuanya duduk bersimpuh dengan busana khas Sunda. Wanita memakai kebaya dan sanggul, laki-laki memakai udeng dan takwa.
Pada perkembangannya, kesenian ini tetap berfungsi sebagai kalangenan seperti dahulu, namun sekarang bisa dinikmati oleh semua jenis kalangan bukan hanya kalangan menak saja. Sekarang, Tembang Sunda Cianjuran sering dipakai dalam hajatan, seperti pernikahan, khitanan, berbagai keperluan adat, dan juga mudah dipelajari dan ditemukan di kalangan masyarakat.


Penulis : ALYAA BILQIIS
NIM : 18123093
Sumber : Soepandi, Atik. Dkk. Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat. 1995. Bandung.
Nalan, S Arthur. Dkk. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. 2003. Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Bandung.
Sumber Photo : 1. Dokumentasi pribadi Irwan Setiawan @irwantutripor (Mahasiswa ISBI BANDUNG) dalam acara Resital Karawitan.
2. Dokumentasi pribadi Bunga Dessri N.G  @tintadanwarna (Alumni ISBI BANDUNG) dalam acara Resital Karawitan 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar