Kesenian Kuda Renggong
http://renggongsumedang13.blogspot.com/2016/05/sejarah-kuda-renggong.html |
Kuda renggong adalah kesenian Jawa Barat yang tentu menampilkan kuda seperti nama nya. Kesenian yang menampilkan 1-4 ekor kuda yang dapat menari mengikuti iringan musik. Penamaan Ruda Renggong ini berasal dari kata "renggong" yang berarti gerakan tari berirama dengan ayunan (langkah kaki) yang diikuti oleh gerakan kepala dan leher. Dan simpel saja nama itu di gabung dengan kuda menjadi Kuda renggong.
Kuda
Renggong, atau yang dahulu biasa disebut kuda igel karena bisa ngigel (menari)
ini konon tumbuh berkembang di kalangan masyarakat Desa Cikurubuk, Kecamatan
Buah Dua, Kabupaten Sumedang.
Kala
itu, sekitar tahun 1880-an. Ada seorang laki-laki bernama Sipan yang penasaran
dengan kuda peliharaannya, dia selalu mengamati kuda miliknya dan berfikir
bahwa kuda itu bisa di latih layaknya seperti hewan peliharaan lainnya. Dia pun
mulai melatih kudanya dengan iringan musik dan gerakan-gerakan seperti lari
melintang (adean), gerak lari kepinggir seperti ayam yang sedang birahi
(beger), gerak langkah pendek namun cepat (torolong), dan masih banyak gerakan
yang lainnya. Latihan dilakukan selama
tiga bulan berturut-turut hingga kuda tersebut menjadi terbiasa dan
setiap mendengar musik ia akan menari dengan sendirinya.
Melihat
keberhasilan Sipan dalam melatih kuda-kudanya “ngarenggong’’ membuat pangeran
Aria Surya Atmadja yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Sumedang menjadi
tertarik dan memerintahkan nya untuk melatih kuda-kuda miliknya. Dan inilah
akhirnya Sipan dikenal sebagai pencipta kesenian Kuda Renggong.
Pertunjukan
Kuda Renggong sering sekali ada di acara-acara khitanan, pertunjukan ini
diawali dengan sambutan panitia, setelah
itu barulah anak yang telah dikhitan atau tokoh masyarakat yang akan di arak
dipersilahkan untuk menaiki kuda renggong. Selanjutnya, alat pengiring ditabuh
dengan membawakan lagu Kembang Gadung dan Kembang Beureum yang berirama dinamis
sebagai tanda dimulainya pertunjukan.
Setelah anak yang akan diarak siap, maka sang pemimpin
(pelatuk) akan mulai memberikan aba-aba agar pemain silat (pengatik) dan sang
kuda mulai melakukan gerakan-gerakan tarian secara serempak dan bersamaan.
Tarian yang biasa dimainkan oleh pesilat bersama kuda renggong tersebut adalah
tarian “perkelahian” yang terjadi diantara mereka, yang diantaranya adalah:
gerakan kuda berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Sementara kaki depan
bergerak seperti mencakar pesilat, gerakan-gerakan yang seolah-olah menginjak
perut pesilat, gerakan menginjak kepala pesilat menggunakan kaki depan, dan
gerakan-gerakan pesilat saat beraksi di sekitar punggung kuda. Sebagai catatan,
gerakan-gerakan yang dilakukan oleh sang kuda tidak begitu tinggi karena di
atas punggungnya terdapat anak yang dikhitan atau pejabat yang menungganginya.
Para pemain kuda
renggong umumnya adalah laki-laki dewasa yang tergabung dalam sebuah kelompok
yang terdiri atas: seorang pemimpin kelompok (pelatuk), beberapa orang pemain
waditra, dan satu atau dua orang pemain silat. Para pemain ini adalah
orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus, baik dalam menari maupun
memainkan waditra. Keterampilan khusus itu perlu dimiliki oleh setiap pemain
karena dalam sebuah pertunjukan kuda renggong yang bersifat kolektif diperlukan
suatu tim yang solid agar semua gerak tari yang dimainkan dapat selaras dengan
musik yang dimainkan oleh para pemain waditra.
Seperangkat waditra untuk memainkan Kuda Renggong terdiri dari: dua buah kendang besar (kendang
indung dan kendang anak), sebuah terompet, dua ancak ketuk (bonang), sebuah
bajidor, dua buah gong (besar dan kecil), satu set kecrek, genjring, dan
terbang atau dulang; dan (3) busana pemain kuda renggong yang dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu busana juru pengrawit (wiyaga) dan busana pemain
silat (pengatik). Busana juru pengrawit terdiri dari: baju seragam biru lengan
panjang dan berstrip putih, celana panjang, tutup kepala iket loher, dan
sandal. Sedangkan busana pemain silat terdiri dari: celana pangsi berwarna
hitam, tutup kepala iket loher, dan ikat pinggang kain berwarna merah.
Lagu-lagu yang dimainkan oleh para wiyaga untuk
mengiringi tarian biasanya diambil dari kesenian Jaipong, Ketuk Tilu, dan Joged
seperti: Paris Wado, Rayak-rayak, Botol Kecap, Keringan, Kidung, Titipatipa,
Gondang, Kasreng, Gurudugan, MapayRoko, Kembang gadung, Kangsring, Buah
Kawung, Gondang, Tenggong Petit, Sesenggehan, Badudud, Tunggul Kawing, Samping
Butut, Sireum Beureum, Manuk Dadali, dan masih banyak yang lainnya.
Pertunjukan kuda renggong ini
dilakukan sambil mengelilingi kampung atau desa, hingga akhirnya kembali lagi
ke tempat semula. Setelah itu, diadakan acara saweran yang didahului oleh
pembacaan doa yang dipimpin oleh juru sawer (ahli nyawer) dengan menggunakan
sesajen yang berupa: nasi tumpeng (congot), panggang daging, panggang ayam
(bakakak), sebuah tempurung kelapa yang berisi beras satu liter, irisan kunyit,
dan kembang gula. Dan, setelah acara saweran yang dilakukan dengan menaburkan
uang logam dan beras putih, maka pertunjukan pun berakhir.
Pada perkembanganya saat ini Kuda
Renggong sudah tak lazim lagi dikalangan masyarakat Jawa Barat dan Sunda,
kesenian ini juga tak hanya di Sumedang, namun banyak juga di daerah seperti
Purwakarta, Subang, dan banyak pula di daerah lain.
Banyak nya kesenian di Indonesia yang membuat kita lebih
penasaran lagi akan Negara Indonesia. Maka dari itu lah, kita sebagai generasi
penerus bangsa harus bangga dan harus terus mempertahankan kesenian-kesenian
yang ada di Indonesia.
Penulis : Ahmad Putra Winengku (Uta)
Nim : 18123095
Jurusan : Seni Karawitan
Sumber : Sariyun,
Yugo, dkk,. 1992. Nilai Budaya Dalam Permainan Rakyat Jawa Barat. Bandung.
Keren,sebutin musik pengiringnya, persoalan lagu sih simple hehe, lengkapi Dan perjelas.... hahay ntaps
BalasHapushihihi mohon maap akang, penulisnya kurang fokus nih.. segera di perbaiki
Hapus