Jumat, 17 Mei 2019

Kesenian Surak Ibra

SURAK IBRA : KASENIAN KHAS CINUNUK GARUT


Surak Ibra adalah kesenian yang berasal dari Kampung Sindangsari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut serta di Kabupaten Tasikmalaya. Kesenian Surak Ibra juga sering kali disebut dengan Seni Boboyongan.
Sejarah Surak Ibra
Surak Ibra bermula dari seorang tokoh silat yang bernama Ibra. Ia adalah pesilat legendaris yang hidup pada awal abad ke-19 di Kampung Cipanas, Desa Wanakerta, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Apabila sedang menampilkan keahliannya, setiap gerakan yang dilakukan oleh Ibra selalu disertai dengan lawakan. Pada saat itulah Ibra terkenal dan dikagumi oleh masyarakat. Pengikutnya semakin bertambah banyak. Karena Ibra sangat menyukai guyonan, maka para pengikutnya yang banyak itu mempunyai kebiasaan mengolok-olok dan mengajaknya guyonan dengan mengejar-ngejar beliau. Kejadian ini hampir sama dengan permainan kucing-kucingan dan setelah dikejar beramai-ramai sambil yang mengejarnya bersorak-sorai, akhirnya Ibra tertangkap.
Kebiasaan ini menjadi hiburan bagi Ibra dan pengikutnya. Setelah itu menjadi terkenal serta melambangkan suatu bentuk kesenian yaitu kesenian boboyongan, tetapi kemudian masyarakat lebih sering menyebutnya Surak Ibra. Surak artinya Sorak-sorai, dan Ibra diambil dari nama perintisnya yaitu Bapak Ibra. Setelah Bapak Ibra meninggal dunia, kesenian ini dilanjutkan oleh putranya yang bernama Eson, mengembangkan seni boboyongan ini dan menyebutnya Surak Eson, tetapi setelah Bapak Eson meninggal, masyarakat kembali mengenalnya dengan Surak Ibra sebagai seni luhung peninggalan Kasepuhan Cinunuk, Garut. Sejak tahun 1910, Kasepuhan Cinunuk, yaitu Raden Djadjadiwangsa, mengorganisir kesenian ini dibawah Himpunan Dalem Emas. Namun Himpunan tersebut dibubarkan karena surak ibra dianggap sebuah kesenian milik negara bukan milik suatu organisasi atau perkumpulan dan pengelolaannya pun dilanjutkan oleh aparat desa hingga sekarang.
Pada masa lalu, surak ibra dipertunjukkan pada pesta-pesta Raja di Garut, Dimana para (Bupati) mengadakan hajatan, namun seiring dengan perkembangannya, surak ibra banyak ditampilkan pada hari-hari besar, seperti hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pertunjukan Surak Ibra
Penyajian surak ibra yaitu dimulai dengan munculnya sejumlah pemuda berpakaian silat berwarna hitam dan membawa obor dengan formasi bebanjar sambil menggerakkan gerakan silat. Kemudian, disusul oleh rombongan penari surak ibra sekitar 30-60 orang atau bahkan hingga ratusan orang yang memakai kostum pesilat berwarna kuning merah dan warna lainnya. Rombongan ini bergerak dengan penuh semangat dan menampilkan gerakan silat juga. Kemudian atas komando pemimpin, musik pengiring ditabuh secara serempak dengan irama kendang tepak golempang. Setelah itu, mereka membuat formasi tertentu sambil memperagakan gerakan pencak silat. Formasi melingkar menutup ruang gerak orang yang akan diboyong, sehingga makin sempit, karena merapatnya barisan pemboyong. Akibatnya, orang yang diboyong hanya bisa pasrah dan tidak bisa menghindar dari barisan pemboyong. Maka ditangkaplah orang yang akan diboyong dan diangkat naik-turun , dilemparkan ke udara sambil diiringi oleh musik dan sorak sorai (eak-eakan ; bahasa sunda).
Disinilah para pemain surak ibra maupun penontonnya larut dalam kegembiraan yang memuncak. Setelah permainan dianggap cukup, pimpinan permainan akan memberhentikannya dengan aba-aba berhenti, lalu orang yang diboyong diturunkan lagi ke bawah, kemudian mereka kembali ke formasi helaran. Lama pertunjukan ini sekitar 30 menit sampai satu jam, lebih dari itu akan sukar diberhentikan, karena sepertinya mereka telah kerasukan roh halus.
Peralatan yang digunakan dalam kesnenian surak ibra ini yaitu, seperangkat kendang pencak, tarompet, kempul, ditambah seperangkat angklung I, II, III, IV. Dan ada juga yang menabuh dogdog I, II, III, IV. Serta untuk menyemarakkan pertunjukan, pergelaran ini dilengkapi dengan dua buah obor yang menyala disebut oncor.
Kesenian ini mengandung makna, diantaranya makna syukuran, karena sebagai komunitas masyarakat biasanya memiliki cara syukuran tersendiri yang diwariskan oleh perintis atau nenek moyangnya.


Nama : Alyaa Bilqiis
NIM : 18123093
Sumber materi :
  1. Atmadibrata, Enoch, dkk. Khazanah Seni Pertunjukan Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Yayasan Kebudayaan Jaya Loka. Bandung. 2006.
  2. Kurnia, Ganjar, dkk. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Pusat Dinamika Kebudayaan. Bandung. 2003.
Sumber  foto : 1. Dokumen pribadi milik @dedimulyadi71

1 komentar: