Kesenian Angklung Buncis Kampung Cipurut, Desa Baros, Arjasari Bandung
·
Pengertian
Angklung Buncis
Seni angklung di Kampung
Cipurut, Desa Baros, Arjasari-Bandung disebut Buncis. Istilah buncis diambil dari sisindiran yang
mengandung kata buncis seperti
berikut.
Cis kacang buncis nyengcle (kacang buncis terletak diatas sesuatu)
Ti anggo lati inem (dipakai sepatu inem?)
Eces caang hasil gawe(jelas nyata hasil kerja)
Tina awi nu karendem (dari bambu yang terendam).
Syair sisindiran di atas
terdiri atas sampiran pada bait pertama dan kedua, serta isi pada bait ketiga
dan keempat. Bagian sampiran sukar untuk di terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Sampiran tersebut merupakan bahasa yang murwakanti saja, sedangkan
bagian isi mempunyai arti bahwa, “...terciptanya angklung itu adalah hasil
kerja nyata yang di ilhami oleh potongan bambu yang beradu dalam aliran sungai
yang deras karena banjir.” (Memed sutisna wawancara angklung 16 Maret 1997).
Pendapat lain mengatakan bahwa sebelum dibuat angklung, tampaknya bambu itu
direndam dulu. Ada kebiasaan di kampung untuk merendam dulu bahan bambu ereng
agar tidak keropos dimakan rayap (Iskandar Waisd, wawancara, 18 Desember 1998).
·
Sejarah
Angklung Buncis
Rombongan angklung buncis
di Arjasari-Bandung yang bernama “Daya Sunda” dipimpin oleh Memed Sutisna.
Menurut keterangannya, buncis telah hidup secara turun-temurun sejak abad
ke-18, tepatnya sejak tahun 1772. Selanjutnya kisah terciptanya buncis ini
dituturkan sebagai berikut:
Dulu ada seseorang yang
dikenal dengan nama panggilan Aki Bonce. Pada saat terjadi hujan besar, Aki
Bonce memasang perangkap ikan di sungai. Disebabkan hujannya besar, sungai itu
pun banjir. Aliran airnya yang deras membawa sampah-sampah yang diantaranya
terdapat potongan-potongan bambu. Potongan-potongan bambu yang bergerak terbawa
aliran air yang deras tersebut saling beradu satu sama lain sehingga
menimbulkan bunyi yang khas. Bunyi potongan-potongan bambu yang beradu tersebut
terus direnungi. Peristiwa bunyi potongan bambu dalam aliran air deras ini
kemudian mengilhami Aki Bonce untuk membuat alat musik dari bambu yang sampai
sekarang dikenal sebagai angklung buncis.
Kisah ini pun telah
dijadikan isi sisindiran syair “kacang
buncis” Abah Engka, pemain tertua dalam rombongan buncis , membenarkan
kisah tersebut. Akan tetapi dia mempunyai pendapat lain yaitu ....”jauh sebelum
Aki Bonce, Buncis sudah ada” (wawancara 9 Juni 1997). Jadi mungkin Aki Bonce
hanya merupakan salah seorang generasi penerus atau semacam figur simbolis
saja.
·
Bentuk
pertunjukan
Pertunjukan angklung
buncis berkaitan dengan upacara menanam padi. Dulu, hingga tahun 1940-an,
kesenian ini digunakan untuk acara ngidepkeun (menyimpan padi ke lumbung).
Acara pertunjukan diselenggarakn setelah panen. Padi hasil panen diangkut
menggunakan rengkong ke lumbung, acara dilanjutkan dengan kesenian pantun. Rangkain
acara dimaksud merupakan bagian penghormatan kepada Dewi Sri. Namun tidak lama
kemudian, acara seperti ini tidak dilakukan lagi. Angklung Buncis tidak lagi
digunakan dalam upacara ngidepkeun. Angklung Buncis juga berfungsi sebagai
sarana hiburan.
·
Peralatan
Alat musik yang digunakan Angklung
Buncis adalah :
9 buah angklung, terdiri atas :
2 angklung indung
2 angklung ambruk
2 angklung panempas
2 angklung pancer
1 angklung enclok
3 buah dogdog, terdiri atas:
1 dogdog talingtit (yang paling
kecil)
1 dogdog panempas (yang berukuran
sedang)
1 dogdog badblag (yang berukuran
besar)
Nama : Indra Adithia Pratama
Nim : 18123110
Sember materi : Masunah, Juju
dkk.Angklung DI Jawa Barat Sebuah Perbandingan.UPI BANDUNG.2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar