Rabu, 22 Mei 2019

Kesenian Angklung Buncis


Kesenian Angklung Buncis Kampung Cipurut, Desa Baros, Arjasari Bandung


·         Pengertian Angklung Buncis
Seni angklung di Kampung Cipurut, Desa Baros, Arjasari-Bandung disebut Buncis. Istilah buncis diambil dari sisindiran yang mengandung kata buncis seperti berikut.
Cis kacang buncis nyengcle (kacang buncis terletak diatas sesuatu)
Ti anggo lati inem (dipakai sepatu inem?)
Eces caang hasil gawe(jelas nyata hasil kerja)
Tina awi nu karendem (dari bambu yang terendam).
Syair sisindiran di atas terdiri atas sampiran pada bait pertama dan kedua, serta isi pada bait ketiga dan keempat. Bagian sampiran sukar untuk di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sampiran tersebut merupakan bahasa yang murwakanti saja, sedangkan bagian isi mempunyai arti bahwa, “...terciptanya angklung itu adalah hasil kerja nyata yang di ilhami oleh potongan bambu yang beradu dalam aliran sungai yang deras karena banjir.” (Memed sutisna wawancara angklung 16 Maret 1997). Pendapat lain mengatakan bahwa sebelum dibuat angklung, tampaknya bambu itu direndam dulu. Ada kebiasaan di kampung untuk merendam dulu bahan bambu ereng agar tidak keropos dimakan rayap (Iskandar Waisd, wawancara, 18 Desember 1998).
·         Sejarah Angklung Buncis
Rombongan angklung buncis di Arjasari-Bandung yang bernama “Daya Sunda” dipimpin oleh Memed Sutisna. Menurut keterangannya, buncis telah hidup secara turun-temurun sejak abad ke-18, tepatnya sejak tahun 1772. Selanjutnya kisah terciptanya buncis ini dituturkan sebagai berikut:
Dulu ada seseorang yang dikenal dengan nama panggilan Aki Bonce. Pada saat terjadi hujan besar, Aki Bonce memasang perangkap ikan di sungai. Disebabkan hujannya besar, sungai itu pun banjir. Aliran airnya yang deras membawa sampah-sampah yang diantaranya terdapat potongan-potongan bambu. Potongan-potongan bambu yang bergerak terbawa aliran air yang deras tersebut saling beradu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi yang khas. Bunyi potongan-potongan bambu yang beradu tersebut terus direnungi. Peristiwa bunyi potongan bambu dalam aliran air deras ini kemudian mengilhami Aki Bonce untuk membuat alat musik dari bambu yang sampai sekarang dikenal sebagai angklung buncis.
Kisah ini pun telah dijadikan isi sisindiran syair “kacang buncis” Abah Engka, pemain tertua dalam rombongan buncis , membenarkan kisah tersebut. Akan tetapi dia mempunyai pendapat lain yaitu ....”jauh sebelum Aki Bonce, Buncis sudah ada” (wawancara 9 Juni 1997). Jadi mungkin Aki Bonce hanya merupakan salah seorang generasi penerus atau semacam figur simbolis saja.
·         Bentuk pertunjukan
Pertunjukan angklung buncis berkaitan dengan upacara menanam padi. Dulu, hingga tahun 1940-an, kesenian ini digunakan untuk acara ngidepkeun (menyimpan padi ke lumbung). Acara pertunjukan diselenggarakn setelah panen. Padi hasil panen diangkut menggunakan rengkong ke lumbung, acara dilanjutkan dengan kesenian pantun. Rangkain acara dimaksud merupakan bagian penghormatan kepada Dewi Sri. Namun tidak lama kemudian, acara seperti ini tidak dilakukan lagi. Angklung Buncis tidak lagi digunakan dalam upacara ngidepkeun. Angklung Buncis juga berfungsi sebagai sarana hiburan.
·         Peralatan
Alat musik yang digunakan Angklung Buncis adalah :
9 buah angklung, terdiri atas :
2 angklung indung
2 angklung ambruk
2 angklung panempas
2 angklung pancer
1 angklung enclok
3 buah dogdog, terdiri atas:
1 dogdog talingtit (yang paling kecil)
1 dogdog panempas (yang berukuran sedang)
1 dogdog badblag (yang berukuran besar)

Nama : Indra Adithia Pratama
Nim : 18123110
Sember materi : Masunah, Juju dkk.Angklung DI Jawa Barat Sebuah Perbandingan.UPI BANDUNG.2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar